Sejarah kota Yogyakarta


A. Letak kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta merupakan ibu kota propinsi DIY. Sebuah propinsi di Indonesia yang memiliki hak istimewa untuk mengatur otonomi daerahnya sendiri. Secara geografis, kota Yogyakarta terletak di tengah-tengah propinsi DIY dengan batas wilayah sebagai berikut :


 Sejarah kota Yogyakarta
  • Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Bantul dan Sleman
  • Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten bantul
  • Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Bantul da Sleman
  • Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Sleman
Luas wilayah kota Yogyakarta sekitar 3.250 hektar yang terbagi atas 14 kecamatan dan 45 kelurahan serta memiliki ketinggian 114 m diatas permukaan laut. Kota Yogyakarta dilintasi oleh tiga sungai yaitu, sungai Winongo di sebelah barat, sungai Code di tengah kota dan sungai Gajah Wong yang terletak disebelah timur.

B. Asal usul Nama Yogyakarta



Menurut sumber sejarah Babad Giyanti, Yogyakarta berasal dari nama yang diberikan oleh Paku Buwono II yaitu raja Mataram tahun 1719-1727. Nama ini diambil untuk menggantikan nama pesanggrahan Gartitawati. Pada masa itu pesanggrahan digunakan sebagai tempat peristirahatan saat  berburu di dalam hutan. Kata Yogya berarti makmur, ada juga yang mengartikannya layak atau sesuai. Sedangkan dalam bahasa jawa, Yogyakarta disebut Ngayogyakarta Hadiningrat yang berarti Yogya yang makmur dan paling utama. Sementara sumber lain mengatakan bahwa nama Yogyakarta diambil dari nama kota Sanskrit Ayodhya yang berada dalam cerita Ramayana. 



Dalam keseharian masyarakat sekarang, Yogyakarta memiliki penyebutan nama yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya Yogya, Jogja, Jogjakarta atau Ngayogyakarta.



C. Berdirinya kota Yogyakarta



Berdirinya kota Yogyakarta tidak lepas dari keberadaan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Pada hari  Kamis Kliwon, atau bertepatan pada tanggal 13 Februari 1755, melalui sebuah perjuangan panjang akhirnya Pangeran Mangkubumi yang merupakan adik dari Sultan Paku Buwana II menandatangai perjanjian Giyanti atau disebut juga palihan nagari. Perjanjian antara Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sasuhunan Kabanaran dengan salah seorang Gubernur VOC, Jenderal Jacob Mossel yang berisi tentang pemecahan kerajaan Mataram menjadi dua wilayah kekuasaan. 

Setengah daerah kekuasaan  Mataram diberikan kepada Pangeran Mangkubumi. Sementara wilayah kekuasaan yang lain tetap dikuasai oleh Sunan Paku Buwono III yang berada di Kasunanan Surakarta. Hal ini dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi yang berjuang untuk mempertahankan kedaulatan Kerajaan Mataram dari campur tangan penjajahan Belanda.

Sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi yang telah memiliki daerah kekuasaan sendiri bertindak cepat dengan mendirikan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I dan memilih Ngayogyakarta sebagai ibu kota Kesultanan. Proklamasi berdirinya Kasultanan Yogyakarta ini terjadi di Pesanggrahan Ambarketawang.

Butuh waktu satu tahun untuk membangun Kraton Ngayogyakarta yang berada di desa Pacethokan. Desa ini dulunya adalah sebuah hutan Paberingin yang bernama Garjitawati. Peristiwa kepindahan atau boyongan Sultan Hamengku Buwono I dan keluarganya ini dijadikan dasar untuk menentukan hari jadi kota Yogyakarta yang bertepatan pada hari Kamis pahing tanggal 7 Oktober 1756. Sehingga hari jadi kota Yogyakarta ditetapkan pada tanggal 7 Oktober 2009 dan diperkuat berdasarkan peraturan daerah kota Yogyakarta nomor 6 tahun 2004.

Setelah kepindahan Sultan, pembangunan bermacam-macam sarana pendukung mulai dibangun secara bertahap guna mendukung kegiatan pemerintahan baik kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun tempat tinggal. Dalam perjalanannya, hingga sekarang Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tetap menggunakan gelar Hamengku Buwono untuk Sultan yang bertahta. 

D. Kota Yogyakarta sebagai Ibu kota negara

Sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kota Yogyakarta telah berdiri sendiri sebagai Kerajaan vasal atau negara bagian pada masa penjajahan Belanda. Dengan status ini menjadikan Yogyakarta dapa mengurus rumah tangga sendiri dibawah pengawasan pemerintahan Belanda dan VOC. Pada tahun 1813, Pangeran Notokusumo yang merupakan saudara Sultan Hamengku Buwono II mendirikan Kadipaten Pakualam dan bergelar Adipati Paku Alam I.

Pada saat proklamasi kemerdekaan negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, baik Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII mengirimkan ucapan selamat kepada Bapak pendiri bangsa Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta. Ucapan selamat juga ditujukan pada keduanya atas terpilihnya mereka menjadi Prrsiden dan wakil Presiden Indonesia serta menyatakan bahwa daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alam bergabung ke wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII untuk menggabungkan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alam menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersifat kerajaan awalnya mendapat penolakan dari Soekarno karena bertentangan dengan bentuk negara kesatuan yang mengusung paham republik. 

Namun pada akhirnya Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk lewat piagam penetapan kedudukan yang diserahkan pada tanggal 6 September  1945 oleh Presiden. Sehari sebelumnya, Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang berisi tentang integrasi monarki Yogyakarta ke dalam RI yang dikenal dengan sebutan amanat 5 September 1945.

Situasi setelah kemerdekaan bukan berarti membuat Indonesia aman dari cekalan Sekutu yang ingin kembali menguasai Indonesia. Beberapa pertempuran besar terjadi setelah kemerdekaan seperti peristiwa 10 November di Surabaya, pertempuran 5 hari di Semarang, pertempuran di Bandung dan banyak pertempuran didaerah lain melawan Sekutu dan NICA. 

Keadaan yang semakin memburuk membuat pemerintah memindahkan Ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga dan staf kepresidenan menggunakan kereta api dalam perjalanan ke Yogyakarta.

Setelah mengalami serangkaian pertempuran dan perundingan akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia sehingga pada tanggal 17 Desember 1949 pemerintah Indonesia mengembalikan Ibu kota negara ke Jakarta.

E. Julukan kota Yogyakarta

1. Kota perjuangan

Yogyakarta adalah kota yang penuh sejarah panjang sehingga tak salah jika kota ini mendapat banyak julukan selain sebagai Ibu kota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut beberapa julukan kota Yogyakarta yang perlu anda ketahui :

Yogyakarta mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia saat melawan para penjajah baik sebelum kemerdakaan maupun sesudahnya. Beberapa perang besar yang terjadi di Yogyakarta sebelum kemerdekaan melibatkan kerajaan Mataram. Yang paling terkenal adalah pertempuran kolonial Belanda melawan pasukan Pangeran Diponegoro. 

Setelah kemerdekaan, Yogyakarta masih berperan penting dalam perjuangan mempertahankan negara Indonesia. Yogyakarta sempat dijadikan Ibukota Negara selama kurun waktu tiga tahun lebih.

2. Kota Budaya


Tidak perlu diragukan lagi jika sejarah kebudayaan Yogyakarta tetap lestari hingga kini. Warisan nenek moyang masih tetap bisa disaksikan di kota Istimewa ini seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang merupakan peninggalan kerajaan Mataram kuno. Kesultanan Ngayogyakarta juga masih tetap dipertahankan sampai sekarang sehingga membuat warisan budaya tidak akan hilang.

3. Kota pelajar

Yogyakarta pantas disebut sebagai miniatur Indonesia karena banyaknya suku bangsa yang berdiam di kota ini untuk menimba ilmu. Yogyakarta memang mempunyai peran penting dalam dunia pendidikan. Banyak tersebar sekolah dan universitas yang tersebar hampir diseluruh kota. Beberapa universitas ternama di kota ini seperti UGM, UNY, UIN, ISI dan masih banyak yang lain.

4. Kota wisata

Yogyakarta kaya akan wisata keindahan alam dan wisata sejarah. Hal ini menjadikan kota Jogja sebagai tujuan wiasata terbesar di Indonesia setelah Bali. Banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di kota ini seperti wisata alam, wiasata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan dan wisata malam.

5. Kota seni

Banyak seniman yang lahir dari kota Yogyakarta yang telah tersohor di dalam maupun luar negeri. Banyak pula ragam kesenian yang ditampilkan dari kota Jogja sehingga banyak yang memberikan predikat kota ini sebagai kota seni

6. Kota gudeg

Belum lengkap rasanya jika berkunjung ke kota Yogyakarta tanpa mencicipi makanan khas kota ini. Gudeg adalah makanan khas kota Jogja yang sangat terkenal sehingga membuat orang-orang menyebutnya sebagai kota gudeg.

7. Kota republik

Yogyakarta mendapat julukan baru sebagai kota republik. Julukan baru ini dikukuhkan oleh Sultan Hamengku Buwono X pada tanggal 4 januari 2011. Sehingga setiap tanggal 4 Januari warga Jogja memperingati kota Jogja sebagai kota republik untuk membangun kebersamaan dan kedaulatan NKRI.

Sejarah panjang yang telah dialami kota Yogyakarta membuat kota ini selain mendapat julukan-julukan diatas, Jogja juga merupakan kota Istimewa yang akan terus dibanjiri oleh para pelajar yang ingin menuntut ilmun dan para wisataan yang ingin melihat sejarah kebudayaan serta kekayaan alamnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sejarah kota batu

Sejarah kota malang