sejarah kota gresik





Sejak abad ke-11, Gresik menjadi pusat perdagangan dan kota bandar yang dikunjungi oleh banyak bangsa seperti, Cina, Arab, Champa, dan Gujarat. Gresik juga sebagai pintu masuk Islam pertama di Jawa, yang antara lain ditandai dengan adanya makam-makam Islam kuno dari Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Fatimah binti Maimun. Gresik sudah menjadi salah satu pelabuhan utama dan kota dagang yang cukup penting sejak abad ke-14, serta menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dari Maluku menuju Sumatera dan daratan Asia (termasuk India dan Persia). Hal ini berlanjut hingga era VOC.

Tahun 1411 penguasa Gresik, seorang kelahiran Guangzhou, mengirim utusan ke kaisar Tiongkok. Pada abad ke-15, Gresik menjadi pelabuhan dagang internasional yang besar. Dalam Suma Oriental-nya, Tomé Pires menyebutnya sebagai "permata pulau Jawa di antara pelabuhan dagang".

Pada era VOC, Afdeeling Gresik terdiri dari Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Sedayu. Kota Gresik sendiri berada pada jalur utama jalan pos Daendels. Perkembangan Surabaya yang cukup pesat memaksa dihapuskannya Kabupaten Gresik dan bergabung dengan Kabupaten Surabaya pada tahun 1934.

Pada awal Kemerdekaan Indonesia, Gresik hanyalah sebuah kawedanan di bawah Kabupaten Surabaya. Didirikannya Pabrik Semen Gresik pada tahun 1953 merupakan titik awal industrialisasi di Gresik. Pada tahun 1974, status Kabupaten Surabaya dihapus dan sebagai penggantinya adalah Kabupaten Gresik, dengan bupati pertama H. Soeflan. Kawasan permukiman pun semakin melebar, dan bahkan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kawasan Bunder.

Menurut literatur sejarah yang diterbitkan dari situs resmi pemerintah kabupaten gresik (http://gresikkab.go.id/profil/sejarah), bahwa Gresik sudah dikenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas keberbagai negara. Sebagai kota Bandar, gresik banyak dikunjungi pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Bengali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama islam di tanah jawa. Pembawa dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.

Sejak lahir dan berkembangnya kota Gresik selain berawal dari masuknya agama islam yang kemudian menyebar ke seluruh pulau jawa, tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Pinatih, dari janda kaya raya yang juga seorang syahbandar, inilah nantinya akan kita temukan nama seseorang yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya kota gresik. Dia adalah seorang bayi asal Blambangan (Kanbupaten Banyuwangi) yang dibuang ke laut oleh orang tuanya, dan ditemukan oleh para pelaut, anak buah Nyai Ageng Pinatih yang kemudian diberi nama Jaka Samudra. Setelah perjaka bergelar raden paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintah yang berpusat di Giri Kedaton, dari tempat inilah dia kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri.

Jikalau Syeh Maulana Malik Ibrahim pada zamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka sunan giri disamping kedudukannya sebagai seorang sunan atau wali (Penyebar Agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan / Prabu (Penguasa Pemerintahan). Sunan Giri dikenal menjadi salah satu tokoh wali songo, juga dikenal dengan nama prabu Satmoto atau Sultan Ainul Yaqin.Tahun di mana dia dinobatkan sebagai pengusaha pemerintahan (1487 M) akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Dia memerintah gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun
Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makam Poesponegoro di jalan pahlawan gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.

Kota Gresik terkenal sebagai kota wali, hal ini ditandai dengan penggalian sejarah yang berkenaan dengan peranan dan keberadaan para wali yang makamnya berada di Kabupaten Gresik yaitu, Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Di samping itu, Kota Gresik juga bisa disebut dengan Kota Santri, karena keberadaan pondok-pondok pesantren dan sekolah yang bernuansa Islami, yaitu Madrasah Ibtida’iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) hingga Perguruan Tinggi yang cukup banyak di kota ini. Hasil Kerajinan yang bernuansa Islam juga dihasilkan oleh masyarakat Kota Gresik, misalnya kopyah, sarung, mukenah, sorban dan lain-lain.

Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya (masuk wilayah administrasi Surabaya). Memasuki dilaksanakannya PP Nomor 38 Tahun 1974. Seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke gresik dan namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan di Kota Gresik.

Kabupaten Gresik yang merupakan subwilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan subwilayah pengembangan Gerbang Kertasusila (Gresik, Bangkalan, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 subwilayah pengembangan jawa timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritim, pendidikan, dan industri wisata.

Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilayah pengembangan Gerbang-kertosusila dan juga sabagai wilayah industri, maka kota gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara tetapi juga ke seluruh dunia yang ditandai dengan munculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sejarah kota batu

Sejarah kota malang

Sejarah kota Yogyakarta